Selasa, 28 Juni 2016

ILMU HIDUP

Saya baru saja selesai membaca tiga buah buku seri ilmu hidup yang ditulis oleh Emha Ainun Nadjib atau yang biasa kita kenal Cak Nun. Sebenarnya ini adalah buku lama yang diterbitkan ulang oleh Bentang Pustaka dalam rangka mengenalkan kembali tulisan beliau kepada generasi sekarang. Seperti yang kita ketahui bahwa Cak Nun dikenal sebagai salah seorang intelektual Indonesia bernafaskan Islam. Dikenal pula sebagai seorang budayawan, seniman dan pemikir yang banyak menerbitkan buku dengan gagasan-gagasan menarik tentang berbagai bidang. Seri ilmu hidup yang kini dikemas dengan menarik, dengan cover buku yang penuh warna tetapi tetap indah dilihat.
Dalam buku Kagum Kepada Orang Indonesia, kita bisa melihat bagaimana cara pandang seorang Cak Nun dalam melihat masyarakat Indonesia. Dirangkum dengan banyaknya pengalaman bertemu dengan berbagai jenis manusia Indonesia, Cak Nun memperlihatkan betapa manusia Indonesia itu tentu ada juga baiknya di antara sekian banyak pencapaian negatif negaranya. Sekali waktu ketika membaca buku ini juga terlihat bagaimana Cak Nun juga sebenarnya sedang menyentil – kalo boleh dibilang begitu- sikap manusia Indonesia yang terlampau mewah, santai dan malas.
“Tak ada masyarakat berpesta, tertawa-tawa, ngeses baass buuss bass buuss, jagokan, kenduri, serta segala macam bentuk kehangatan hidup melebihi kebiasaan masyarakat kita dan yang budaya semacam itu sungguh memang hanya terdapat di kepulauan Nusantara.” ~Kagum Kepada Orang Indonesia
Lain lagi dengan apa yang beliau berusaha sampaikan dalam buku Istriku Seribu. Waduh, ini judul semacam kesombongan atau bagaimana?! Masa iya, ada orang istrinya bisa sampai seribu? Hehehe. Untuk hal itu jangan terlampau bersungut-sungut dulu, yang dimaksud dengan istri seribu dalam konteks judul ini tentu adalah hal yang lebih dalam dari sekedar pasangan hidup, cinta sehidup semati bagi kebanyakan manusia. Tuhan sudah menggariskan bahwa Indonesia itu adalah negeri yang kaya raya, gemah ripah loh jinawi. Segalanya dari Sabang sampai Merauke kaya dengan sumber daya alam, manusianya pun diberkahi berbagai macam suku, adat dan agama. Maka dari itu, sepatutnyalah manusia Indonesia perlu bersyukur banyak-banyak kepada Allah Swt, Dengan segala nikmat yang sudah diberikan itu, seharusnya manusia Indonesia menjadi manusia yang maju dari bangsa lain. Bahkan Allah sendiri mengatakan bahwa kasih sayangNya ini melampaui murkaNya. Dengan gaya berdebat antara seorang murid dengan Yai Sudrun dalam buku ini, berbagai problem bangsa dikupas secara sederhana tetapi tanpa meninggalkan esensinya. Problem rumah tangga, poligami, menjadi bahasan yang renyah dan menarik untuk diikuti.
Ilmu hidup berikutnya muncul dalam kegiatan ngumpul, duduk bersama antara 5-7 jam lamanya di tengah malam dalam forum diskusi yang bernama Maiyahan. Orang-orang ini membicarakan apa makan forum ini bagi kehidupan pribadi mereka masing-masing. Tak peduli kaya atau miskin, tua dan muda, semua orang yang datang adalah guru dan juga murid.
“Orang Maiyah menunjukkan kepada kita bahwa Cak Nun bukanlah satu-satunya tokoh kunci. Cak Nun bukanlah orang suci yang berusaha mencerahkan bumi. Buah pikirannya tertransfer kepada orang-orang Maiyah lainnya, yang kemudian melanjutkannya lagi kepada orang-orang di sekitar mereka. Orang Maiyah adalah orang-orang yang ikhlas dan mau berpikir.” ~Orang Maiyah
Saya berpikir tentang bagaimana ketiga elemen yang muncul jadi bahan diskusi dalam buku seri ilmu hidup dari Cak Nun ini bisa berguna tidak hanya sebagai sumber ilmu tetapi juga sebagai ladang untuk berbagi. Berbagi cerita dan yang paling penting berbagi ilmu. Karena ilmu sendiri tidak akan berguna juga jika tidak ada yang mempraktekkannya di masyarakat. Orang-orang sendiri mengagumi Cak Nun karena senang mendengar kelakar beliau dalam berbagai hal, dari politik, agama, pernikahan, semua dibahasnya. Sampai-sampai ada orang yang terlalu percaya pada ucapannya hingga kadang meminta ramalannya akan suatu hal. Dari sini yang saya tidak bisa mengerti. Saya sendiri juga masih belajar, yang namanya masih belajar tentu tidak boleh sok tahu dan sombong. Seperti orang-orang Maiyah yang bisa terang dalam kegelapan dan kaya dalam kemiskinan. Ini sesuatu yang hebat, sebuah gagasan yang melampaui zamannya. Semoga kita selalu diberikan jalan untuk membuka hati dan belajar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar